BAGIAN 2: Cerita Horor Pendaki Gunung, Pendakian Gunung Dempo Pagaralam Berakhir Kerasukan

BAGIAN 2: Cerita Horor Pendaki Gunung, Pendakian Gunung Dempo Pagaralam Berakhir Kerasukan

Cerita Horor Pendaki Gunung, Pendakian Gunung Dempo Pagaralam Berakhir Kerasukan--Foto Revandika

Setelah kami sarapan dan membenahi barang-barang, kami melanjutkan pendakian ke puncak merapi Gunung Dempo. Tidak membutuhkan waktu lama, kami tiba di puncak dan melakukan aktivitas layaknya pendaki gunung lainnya. Yakni foto-foto bersama teman satu tim. 

 

Setelah waktu foto-foto habis, kami pun memutuskan langsung turun dari puncak dan kembali ke pelataran di mana tempat tenda kami berada. Perlu diketahui kalau saat itu, kami sudah merencanakan jika sekitar pukul 3 sore, bakal kembali lagi ke puncak merapi Gunung Dempo.

 

Setelah turun dari puncak kami memutuskan untuk istirahat sejenak di tenda sambil ngopi-ngopi dan berbincang bincang santai. Kebetulan hari kedua ini, hanya tinggal tenda kami saja yg tertinggal di pelataran, sedangkan pendaki lainnya sudah turun dan pulang.

 

Tapi ini tidak membuat kami mengurungkan niat. Setelah istirahat, sore itu kami pun mulai berancang-ancang kembali ke puncak merapi Gunung Dempo.

BACA JUGA:Cerita-cerita Paling Mengerikan dan Menyeramkan dari Seluruh Dunia, Kisah Misteri yang Menghantui Pikiran

Lagi-lagi saya dan rombongan kembali berhasil tiba di puncak merapi Gunung Dempo. Namun ternyata ternyata cuaca sore hari itu,  tidak seperti yang di harapkan. Suasana kabut tebat, menutupi puncak merapi Gunung Dempo. Aku berinisiatif mengajak yang lainnya untuk turun, namun Roberto tetap ingin menunggu hingga cuaca cerah.

 

Setelah menunggu selama satu jam dan mulai memicu rasa bosan, akhirnya Bagas, Degi dan Rezi memutuskan untuk turun terlebih dahulu ke tempat camp di pelataran. Sementara kami berenam masih tetap menunggu di bagian puncak. Di sini (puncak merapi Dempo) cuaca mulai terasa dingin. Bahkan tanpa saya sadari, sepasang teman ku Nadia dan Roberto, ternyata melakukan perbuatan (berpelukan) yang menurut saya, sangat tidak tepat dan sangat tidak patut untuk dicontoh.

 

Aku mulai menegur mereka karena tidak sepantasnya melakukan hal seperti itu, apa lagi ketika berada di puncak gunung, "Oy sudahlah, kita sekarang berada di gunung, kalau mau peluk-pelukan mending jangan ditempat seperti ini," ucapku kepada kedua teman ku ini. "Pantas Roberto tetap mau menunggu dengan cuaca sedingin ini," gumamku dalam hati.

 

Karena hari mulai menjelang malam, Bagas, Degi dan Rezi menyusul kami lagi ke bagian puncak merapi untuk turun karena hari tidak kunjung cerah. Bahkan saat itu kabut tebal membuat hamparan pemandangan yang harusnya menyenangkan, menjadi mencekam. Begitu juga dengan jarak pandang, tentu sudah semakin terbatas.

Sumber: