Sultan Amangkurat I melindungi dirinya sendiri dengan pengawal-pengawal pribadi yang kuat di bawah pimpinan individu yang paling dipercayainya. Konon, dalam kurang dari setengah jam setelah tembakan terdengar, sekitar 5 hingga 6.000 jiwa dinyatakan tewas dengan cara yang mengerikan.
Namun, sementara kejadian ini diklaim sebagai hal yang biasa terjadi, Sultan Amangkurat I terlihat mencoba melepaskan tanggung jawab atas tindakannya yang kejam.
Keesokan harinya, sang raja muncul dengan wajah marah dan kaget. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama satu jam, menciptakan suasana yang mencekam di hadapan para pejabat. Tak seorang pun berani mengangkat kepala atau bahkan memandang wajah sang Sultan.
Sultan Amangkurat I kemudian mengadukan kepada pamannya, Pangeran Purbaya, bahwa para pemimpin agama yang seharusnya menjadi contoh bagi semua orang dalam perbuatan baiklah yang menjadi penyebab kematian adiknya.
Setelah itu, dengan amarahnya meledak, Sultan Amangkurat I memerintahkan agar beberapa orang yang dicurigai dan beberapa pembesar yang ia anggap berkonspirasi, segera ditangkap dan dieksekusi.
Istri dan anak-anak mereka pun tak luput dari pembantaian ini. Akhirnya, dalam suasana penuh kecemasan, sang raja kembali ke dalam istana, meninggalkan para pembesar yang telah menua dan diangkat oleh ayahnya, sementara suasana penuh kengerian meliputi mereka.