Habitat Gajah Sumatera di Kawasan Krinci Seblat Terancam

Habitat Gajah Sumatera di Kawasan Krinci Seblat Terancam

DOK/RK : TULANG : Penemuan tulang belulang gajah mati di kawasan bentang alam seblat--

RK ONLINE - Kondisi Bentang Alam Seblat yang menjadi habitat gajah saat ini sangat mengkhawatirkan lantaran kawasan hutan yang seharusnya menjadi habitat alami gajah dan satwa lainnya ini telah rusak akibat adanya kegiatan atau aktivitas manusia yang melakukan perambahan, ilegal logging maupun kegiatan destruktif lainnya. 

Bentang Alam Seblat yang menjadi wilayah konsentrasi konsorsium seluas 80.987 hektar. Saat ini tutupan hutan yang telah menjadi non hutan telah mencapai 28.128,98 hektar atau setara dengan 34,73 persen bentang alam telah berganti menjadi lahan pertanian, lahan kering campuran dan lahan terbuka. 

Konsorsium Penangung Jawab Bentang Alam Seblat, Ali Akbar menyampaikan, kawasan ini menjadi habitat penting bagi tidak lebih 50 ekor populasi gajah sumatera.  Kawasannya terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh 1 dan 2, HPT Lebong Kandis, HP Air Teramang dan HP Air Rami, TWA Seblat serta sebagian kecil kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pada sebagian besar kawasan hutan produksinya telah dibebani izin penebangan kayu yaitu IUPHHK-HA PT Bentara Arga Timber (BAT) dan IUPHHK-HA PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) dengan total luas 73 ribu hektar.

"Kerusakan bentang alam seblat terparah terdapat di dua kawasan yaitu Hutan produksi (HP) Air Teramang yang  mengalami kerusakan mencapai 46 persen atau seluas 2.227,5 Hektare (ha) dari total luas 4.818,5 ha. Lalu HP  Air Rami mengalami kerusakan sekitar 25 persen atau seluas 3.499,6 ha dari 14.010 ha luas kawasan hutan ini," kata Ali.

 

BACA JUGA:Bulan Ini Bantuan Alsintan Disalurkan

 

Hutan produksi Air Rami dan HP Air Teramang, seyogyanya dilestarikan, karena kawasan ini telah kuat secara hukum. Penetapan HP AIR Rami telah dilakukan melalui SK Menhut nomor 484 tahun 1999, sedangkan HP Air Teramang melalui SK nomor  4042 tahun 2014. Namun kondisi dilapangan jelas sudah rusak dan beralih fungsi. 

Kerusakan habitat gajah ini akan mempercepat laju kepunahan gajah sumatera yang ada di Bengkulu. Setidaknya sejak 2018 sampai dengan 2022 ada 3 kali kematian gajah yang terdeteksi. Terbaru, pada 13 September 2022 lalu. Tim patroli menemukan bangkai gajah sumatera yang menggunakain GPS Collar dengan kondisi tinggal tulang belulang di Kawasan Hutan Produksi Air Rami dan penyebab kematian gajah belum diketahui.

Kematian Gajah betina dengan usia sekitar 35 tahun ini merupakan gajah istimewa. Dia dikalungi GPS Collar sejak dua tahun lalu oleh BKSDA Bengkulu-Lampung guna mendeteksi jalur dan keberadaannya. Fungsinya, jika gajah tersebut ke luar kawasan hutan atau mendekati pemukiman, petugas dapat melakukan respon cepat sehingga memiliki waktu untuk memberikan  peringatan, upaya penggiringan gajah kembali ke habitat pun bisa lebih cepat. 

"Terancamannya keselamatan satwa gajah ini disebabkan oleh perebutan ruang hidup. Dan bentang alam seblat adalah wilayah perebutan tersebut," ungkap Ali. 

 

BACA JUGA:OPD Diminta Dukung Regsosek Tahun 2022

 

Sumber: