Catatan Harian Jurnalis yang Positif Covid-19 Selama Dikarantina (Bagian Kelima)

Catatan Harian Jurnalis yang Positif Covid-19 Selama Dikarantina (Bagian Kelima)

Berita Ini Dikutip Dari PALPOS.ID Pasien Dipantau Lewat WA, Tiap Jam Video Call Anak HARI keenam saya dikarantina di Rumah Sehat Covid-19 Wisma Atlet Jakabaring, Senin (01/06/2020), saya makin terbiasa. Kalau soal rindu keluarga, itu sudah pasti. Kerinduan terhadap keluarga saya, luar biasa. Terutama pada anak saya. Sudah enam hari tidak bertemu, tidak bermain dengannya. Kalau sudah rindu seperti ini, saya cuma bisa menangis dan mendoakannya semoga selalu sehat dan dilindungi Allah SWT. Baca Juga : Catatan Harian Jurnalis yang Positif Covid-19 Selama Dikarantina (Bagian Keempat) Untuk mengobati rasa rindu dengan keluarga, saya bisa tiap jam video call dengan suami, anak, orang tua dan saudara saya. Ini cara satu-satunya untuk melepas kangen, karena saya tidak boleh dijenguk selama dikarantina. Sekaligus juga untuk membuang kejenuhan selama di karantina disini. Berbicara tentang pelayanan kesehatan di wisma atlet tempat kami dikarantina, cukup baik. Pasien selalu dipantau kondisinya lewat WhatsApp oleh perawat. Jika ada keluhan, pasien bisa menelpon perawat yang bertugas. Sementara dokter akan memantau kondisi pasien melalui perawat. Meskipun saya belum pernah bertemu dengan dokter yang merawat saya selama enam hari dikarantina, tapi kondisi kesehatan saya selalu dipantau. Jika obat sudah habis, tinggal melapor ke perawat nanti perawat akan mengkonsultasikan dengan dokter spesialisnya. Mungkin, kalau bicara paparan Covid-19, tenaga medis di wisma atlet ini, baik itu perawat atau dokter, lebih aman dibandingkan dengan rumah sakit. Karena tidak bertatap muka dengan pasien yang dirawat. Apalagi di wisma atlet ini kebanyakan orang tanpa gejala dan gejala ringan. Namun meski tidak bertatap muka, tapi perkembangan kesehatan pasien tetap dipantau. Saya sendiri sampai hari ini masih menanti jadwal kapan swab kedua saya diambil. Karena sudah lima hari, belum ada jadwal kapan pengambilan swab kedua. Katanya harus makan obat dulu, kemungkinan 10 hari dikarantina baru diswab lagi. Artinya saya masih harus menunggu lagi. Menunggu di swab dan tentunya menunggu hasil swab, yang lumayan lama karena laboratorium pengujian dengan metode PCR hanya satu di BBLK Palembang. Entah masih berapa lama saya disini, saya berharap hasil swab kedua dan ketiga saya negatif sehingga bisa segera berkumpul dengan keluarga. Banyak dukungan yang saya terima selama disini. Salah satunya dari Ibu Masitoh, istri dari Alm. Romi Herton mantan Wali Kota Palembang. Apa yang dikatakannya, kembali memberikan semangat untuk saya yang sudah mulai kendor. Dia mengatakan, apa yang saya alami masih belum seberapa dengan apa yang sudah dia alami. “Dikarantina belum apa-apa, jika dibandingkan dengan ibu dulu. Empat tahun lebih terpisah dengan keluarga. Bahkan selama setahun, ibu ditempatkan di basement sendirian. Jadi harus tetap semangat supaya segera sehat,” ucapnya. Selain itu dukungan dari pimpinan dan teman-teman di kantor tempat saya bekerja juga menjadi tambahan semangat untuk saya. Begitu juga dengan rekan-rekan sesama jurnalis di Palembang yang selalu menghibur saya lewat video call dan whatsapp. Ada yang mengirim makanan, vitamin, obat. Saya sangat beruntung punya teman seperti mereka. Tidak ada yang bisa saya ucapkan selain terima kasih dan semoga semua kebaikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. (*)

Sumber: