Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB, Alex Denni, menjelaskan bahwa awalnya jumlah tenaga non-ASN (Aparatur Sipil Negara) diproyeksikan hanya sekitar 400 ribu pada akhir 2022.
Namun, kenyataannya jumlahnya mencapai 2,3 juta dengan mayoritas berada di pemerintah daerah. Dengan kondisi ini, pemerintah berusaha mencari jalan tengah untuk memastikan tidak ada PHK massal. Selain itu, pemerintah juga tetap melakukan rekrutmen ASN setiap tahunnya dengan memperhitungkan kapasitas fiskal yang ada.
Alex juga menyatakan bahwa dengan skema PPPK paruh waktu, tenaga honorer dapat memaksimalkan waktu mereka untuk mencari tambahan penghasilan setelah jam kerja di instansi pemerintahan berakhir.
Skema ini memungkinkan guru honorer, misalnya, untuk mengajar di sekolah swasta, madrasah, atau membuka usaha les di luar jam kerjanya di instansi pemerintahan.
BACA JUGA:Bukan Hanya Berkala, Keistimewaan PPPK Bisa Naik Gaji Melalui Jalur Lainnya
Dengan konsep ini, mereka tidak lagi terikat untuk berada di instansi tempat mereka bekerja selama jam kerja penuh, sehingga waktu dan tenaga bisa lebih efisien.
Namun, sejumlah guru honorer mengungkapkan keresahannya terkait ketidakjelasan nasib mereka dalam proses perekrutan guru PPPK. Beberapa dari mereka telah lolos passing grade dan berstatus P1, namun masih belum mendapatkan kepastian.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyatakan bahwa terlihat tidak ada koordinasi yang jelas antara Kemendikbudristek dan pemerintah daerah mengenai perekrutan guru PPPK.
Hal ini menyebabkan banyak guru P1 yang masih belum jelas nasibnya. Oleh karena itu, Fikri menekankan pentingnya menuntaskan masalah ini dengan skema yang jelas.