Jahat Enak
--
Kertas itu ia letakkan di atas corong. Corong itu ia letakkan di atas teko. Air 95 tadi ia kucurkan ke atas shower. Air dari shower inilah yang menetes rata ke seluruh permukaan bubuk kopi yang di atas teko. Jadilah kopi yang siap diminum.
Ups... Belum. Ia putar-putar dulu teko itu. Putarannya ke arah kiri. Mirip para penggemar red wine memutar gelas berisi anggur merah. Selesai.
Ia cium aroma dari dalam teko itu. Ia terlihat puas. Gelas-gelas kecil disiapkan untuk kami berempat. Pelit sekali. Gelas ini kecil sekali. Isinya pasti sedikit sekali. Gelas ini tebal sekali, terutama separo bagian bawahnya. Jo buru-buru menyajikan air soda ke saya.
"Minum dulu soda ini sedikit. Baru minum kopinya nanti," ujar Jo.
Ia pemilik bengkel khusus: mobil-mobil mahal. Supercar. Jo jugalah yang sedang memodifikasi mobil Jaguar saya. Untuk dijadikan mobil listrik.
Mengapa harus minum air soda dulu? “Biar mulut kita netral. Dengan demikian bisa merasakan rasa kopi sesuai dengan rasa sejatinya," ujar Jo.
Saya seruput air soda dingin itu. Sedikit. Saya tidak suka soda. Juga tidak suka air dingin.
Nasrullah lantas menuangkan kopi bikinannya itu ke gelas saya. Gelas kecil itu. Tidak penuh. Tidak sampai setengahnya. Hanya seperempat gelas. Mungkin hanya sebanyak tiga sendok. Melihat begitu sedikitnya, kopi itu nanti kayaknya tidak akan sampai di perut. Jangan-jangan tidak sampai melewati tenggorokan. Saya pun ikut-ikutan: menciumi dulu aroma kopi di gelas itu. Persis gaya orang minum wine. Saya sesap sedikit isinya. Satu sesapan. Ini mah bukan minum kopi. Kata ''minum'' tidak cocok dipakai di ritual ini.
Sumber: