Tak Ada Anggaran Reward PBBP2

Tak Ada Anggaran Reward PBBP2

RK ONLINE - Bidang Pendapatan dan Bagi Hasil BKD Lebong dijadwalkan pekan ini akan mulai mendistribusikan Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBBP2) tahun 2022. Camat, Kades maupun lurah selaku ujung tombak pemungut PBBP2 diminta untuk memaksimalkan penagihan sehingga target Rp 1,4 miliar yang ditarget tahun ini maupun piutang tahun sebelumnya bisa terealisasi. Meski disisi lain, belum ada anggaran yang disiapkan dalam APBD 2022 untuk reward atau penghargaan bagi desa maupun kelurahan dengan realisasi penagihan PBBP2 terbaik. Kasubid PBBP2 Bidang Pendapatan BKD Lebong, Suparjo, ST mengatakan jika sejauh ini belum ada anggaran yang disiapkan untuk reward bagi desa/keluarahan dengan realisasi PBBP2 terbaik. Meski demikian anggaran tersebut masih akan diupayakan pada APBD Perubahan mendatang. "Jika dari segi anggaran memang tidak ada tapi saat ini tahun anggaran masih berjalan. Bukan tidak mungkin nanti ada reward yang disiapkan, " kata Suparjo. Ditambahkannya DHKP dan SPPT akan dibagikan di masing-masing kantor camat dengan menghadirkan langsung Kades maupun lurah sebagai ujung tombak pemungut PBBP2. "Masih seperti tahun sebelumnya, DHKP dan SPPT akan kami serahkan ke Kades dan Lurah di kantor camat masing-masing. Selanjutnya kades atau lurah mendistribusikannya ke wajib pajak diwilayahnya masing-masing, "lanjutnya. Dengan penerapan aplikasi SmartGov tahun 2022 ini, maka pada SPPT masing-masing wajib pajak akan mencantumkan piutang PBBP2 kurun waktu 10 tahun terakhir. Upaya tersebut merupakan langkah Bidang Pendapatan BKD dalam menagih piutang PBBP2 yang nilainya mencapai Rp 2 miliar. "Kami berharap sebagai ujung tombak, Kades maupun Lurah bisa memaksimalkan perannya dalam mengoptimalkan pajak daerah ini, " tambah Suparjo. Sementara itu, jika selama ini pemuktahiran data wajib pajak dilakukan di awal, maka tahun ini pemuktahiran data wajib pajak baru akan dilakukan setelah DHKP dan SPPT dibagikan. Dengan pola tersebut diyakini bisa memaksimalkan proses pemuktahiran wajib pajak karena waktunya yang lebih lama. "Dengan pola sebelumnya waktu efektif dalam proses pemuktahiran katakanlah hanya 3 bulan. Dengan keterbatasan personil tentu waktu itu sangat singkat. Maka proses pemuktahiran baru akan dilakukan setelah DHKP dan SPPT dibagikan. Dengan begitu proses pemuktahiran wajib pajak bisa dilaksanakan kurang lebih selama lima bulan, " tukasnya.   Pewarta : Eko Hatmono/Krn

Sumber: