“Cari Buah” di Pesta Kawinan

“Cari Buah” di Pesta  Kawinan

oleh: Heru Pramana Putra SEJATINYA mulai 26 September - 5 Desember 2020, KPU sudah memberi lampu hijau kepada dua pasangan calon (Paslon) Kabupaten Kepahiang berkampanye semaksimal mungkin. Tentunya dengan catatan menjalankannya dengan segala pembatasan di masa pandemi. Baca juga : https://radarkepahiang.id/pilah-pilih-jangan-asal-pilih/ Seperti, pertemuan bisa dilakukan asal pesertanya tak melebihi 50 orang. Namun, nyaris 3 pekan berjalan atau setidaknya hingga tulisan ini dirilis agaknya kesempatan di atas enggan digunakan para kandidat. Dari catatan KPU misalnya, sampai awal pekan ini saja hanya 1 Surat Tanda Terima Pemberitahuan Kampanye (STTP) dari calon diterima sebagai syarat (mendapatkannya dari Polres,red) melakukan kampanye. Pertanyaan kemudian muncul, apakah para kandidat memilih tak berkampanye? Lebih memilih berdiam diri, sambil menungggu hari H pencoblosan? Tentu saja jawabannya TIDAK. Di lapangan, fenomena yang terjadi justru sebaliknya. Para kandidat tetap aktif menyambangi warga. Dari satu lokasi ke lokasi lain, dari wilayah padat penduduk di perkotaan hingga di pelosok sana rela didatangi. Tak peduli hujan ataupun terik, tujuan mereka ya lokasi pesta kawinan atau hajatan yang dilakukan warga.  Sebuah tempat yang etikanya menjadi sarana bersenang-senang untuk semua kalangan. Yang datang ke pesta kawinan, awalnya pergi dari rumah sebagai tanda ikut berbahagia bersama yang punya hajat. Biasanya juga, begitu datang, mengisi buku tamu sambil mengisi amplop, tamu undangan juga dipersilahkan menuju meja hidangan. Setelah itu, ya menyantap makanan sambil ditemani iringan organ tunggal yang penyanyinya digilir atas atensi dari tamu undangan.  Setelahnya, pulang dengan kondisi perut tak lagi keroncongan. Simpel, rundown kegiatan tersirat namun ditaati tamu undangan sejak dulu. Sekarang, setidaknya sudah berjalan sebulan ini kondisinya sedikit berbeda. Ada "tamu spesial" hadir ke tengah-tengah pesta. Siapa lagi kalau bukan Paslon Kada. Terkadang dalam satu momen semua Paslon datang, meski tak berbarengan. Bagi yang punya hajat, tentu saja senang. Pesta mereka kedatangan orang penting, yang perlu disambut spesial. Orang penting itu tadi juga mendapat jedah waktu khusus, sebagai bentuk penghargaan. Biasanya mereka didaulat menyampaikan 1-2 patah kata, sampai akhirnya diperkenankan berdendang ria. Seperti tergambar dalam sebuah video viral melibatkan oknum camat baru-baru ini, yang menyita perhatian publik. Di atas panggung, semua bergembira. Pandemi serasa sudah tak ada. Yel-yel dukungan pun, bersahutan dari atas panggung. Detik itu juga, pesta kawinan sudah tiada. Sudah berganti menjadi pestanya para calon. Tamu undangan yang terlanjur duduk, tak bisa berbuat banyak.  Mereka yang kebetulan bukanlah simpatisan atau pendukung calon, dari kursi tamu hanya bisa diam sambil bergumam jengkel melihat aksi calon yang tengah menguasai panggung. Mau pulang, hidangan belum disantap. Mau bertahan di kursi tamu, telinga sudah panas. Ya, serba salah.  Serba tak enak. Tujuan awal datang ke pesta hajatan ingin ikut bergembira bersama tuan rumah, tak kesampaian. Ada yang salah di sini. Pesta kawinan tak salah, apalagi di tengah pandemi saat ini Pemkab Kepahiang telah merilis Surat Edaran (SE) nomor 300/1019/BPBD-KPH/2020 tentang pembatasan aktivitas keramaian di masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian Covid-19 diteken langsung Plt. Bupati Kabupaten Kepahiang Netti Herawati, S.Sos tertanggal 16 Oktober 2020 lalu. Di dalamnya jelas menyebutkan, tetap memberikan izin masyarakat yang ingin menyelenggarakan pesta resepsi pernikahan dengan menyediakan panggung hiburan berikut organ tunggal. Dalam poin C tentang pelaksanaan pembatasan aktivitas keramaian, huruf 2. b lebih jelas berbunyi "Penyediaan hiburan berupa organtunggal/musik, panggung harus terpisah dari panggung utama dan wajib menerapkan protokol kesehatan. Seperti pembersihan microphone, tidak menyediakan panggung untuk berjoged, serta menerapkan physchal distancing secara maksimal". Rasanya tak etis pula menyalahkan tuan rumah, apalagi tamu undangan yang kebetulan ikut berdendang ria di atas panggung tanpa masker, apalagi jaga jarak di atas panggung. Dengan kondisi yang ada, rasa-rasanya hingga berakhirnya masa kampanye 5 Desember nanti, pesta kawinan tetap menjadi andalan bagi para calon mengkampanyekan diri. Pesta kawinan sudah menjadi sarana "jualan" murah bagi para calon, menuju 9 Desember 2020. Di sana, semua sudah tersedia. Mulai dari tempat, makanan, sarana pendukung seperti hiburan musik sudah disiapkan sejak lama oleh si empunya hajat. Massa? Juga tak sulit dicari lagi, malah sudah terkumpul dengan rapi. Tim kampanye tak perlu lagi susah-susah mengumpulkan warga. Tamu undangan sudah berkumpul sejak pagi, sejak irama organ tunggal didendangkan. Sekarang, pesta kawinan sudah berubah fungsi menjadi ajangnya "cari buah" (baca: cari suara,red) dari para kandidat. (**) Penulis adalah Pemred Radar Kepahiang

Sumber: