RK ONLINE - Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor : B.423.DKKTRANS tahun 2022 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2023 yang disahkan pada Senin (28/11), kenaikan UMP ditetapkan sebesar Rp 2.418.280 atau naik 8,1 persen yakni sebesar Rp 180 ribu dari UMP tahun ini Rp 2.238.094.
Dengan kenaikan UMP Provinsi Bengkulu tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Bengkulu justru menilai tidak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan bisa mengganggu dan menghambat iklim investasi di wilayah Bengkulu.
"Kenaikan ini hanya sepihak dan tidak berdasarkan kondisi sebenarnya di lapangan. Tentunya kenaikan 8,1 persen ini bisa membuat iklim investasi kita semakin buruk," kata Direktur Eksekutif Apindo Provinsi Bengkulu, Adran Khalik, Rabu (30/11).
Ia menambahkan, pengesahan kenaikan UMP oleh Pemprov Bengkulu yang berdasarkan Permenaker Nomor 18 tahun 2022 secara jelas bertentangan dengan PP 36 tahun 2021 karena kenaikan tersebut tidak mempertimbangkan variabel kondisi ril ekonomi di Bengkulu.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Tetapkan UMP 2023 Naik 8,1 Persen
"Kenaikan 8,1 persen itu tidak sesuai dengan kondisi perekonomian yang ada di Bengkulu. Pemprov semata-mata hanya mengikuti regulasi Kemenaker yang menurut kami cacat hukum, karena mengangkangi PP," ungkap Adran.
Pihaknya sendiri menyepakati kenaikan UMP 2023 sebesar 4,74 sesuai usulan pertama sebelum adanya Permenaker 18 tahun 2022 karena jika naik 8,1 persen dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Bengkulu. Apalagi berdasarkan data BAPPEDA Provinsi Bengkulu, pertumbuhan ekonomi hanya mengalami kenaikan sebesar 3,03 persen.
Selain pertumbuhan ekonomi, tingginya angka pertumbuhan inflasi juga menjadi pertimbangan karena produktifitas pekerja Bengkulu yang saat ini berada di nomor 4 terbawah secara nasional.