RK ONLINE - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu menggelar Forum Grub Discussion (FGD) dengan tema Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Kelapa Sawit Rakyat Bengkulu, kemarin (27/6). Kegiatan ini bertujuan untuk membahas semakin anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Bengkulu dalam beberapa waktu terakhir.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung, M.P., C.APO menyampaikan, harga TBS di Provinsi Bengkulu menjadi yang terendah di Indonesia. Bahkan harga yang telah ditetapkan Pemprov Bengkulu Rp 1.950 tidak berlaku di tingkat petani yang hanya bisa mencapai Rp 750 saat ini. Ia meminta agar pemerintah dapat meninjau ulang pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018, tentang Penetapan Pedoman Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
"Kita minta kebijakan beban ekspor berupa domestic market obligation (DMO), market price obligation (DPO) dan Flush Out (FO) minyak sawit dicabut. Jika kebijakan tersebut dicabut maka ekspor akan lancar, karena kita ketahui jika berdagang tentunya mencari untung tapi jika sudah banyak dipotong oleh pajak maka akan sulit. Sehingga kita minta beban tersebut harus cabut atau dikurangi," ujar Gulat.
Ia menambahkan, pihaknya juga berencana untuk memberikan surat terbuka ke presiden dalam mengupayakan penyelesaian anjloknya harga sawit di Bengkulu, dengan isi surat menekankan untuk melihat permasalahan rakyat di Bengkulu dimana 70 persen petani terdampak akibat anjloknya harga sawit.
"Surat tersebut juga meminta mencabut beban ekspor, kesepakattan Bea Keluar (BK) pajak negara dan Biaya Ekspor (BE) yang harus dipertahankan, meminta agar minyak goreng cukup disubsidi dari dana sawit yang dipungut, serta meminta didirikan pabrik sawit di Bengkulu," ujar Gulat.
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Bengkulu, Dr. H Rosjonsyah, S.IP, M.Si yang turut hadir dalam kegiatan mengatakan, dirinya akan berkoordinasi dengan gubernur dan pihak terkait lainnya untuk menyurati presiden atau kementerian terkait untuk mengatasi permasalahan sawit di Bengkulu.
Juga dengan adanya beban ekspor memang memberatkan pengusaha dan akhirnya justru dibebankan kepada petani dengan harga yang rendah. Untuk itu Pemprov akan menyurati Presiden bersama kementrian terkait agar meninjau ulang kebijakan dimaksud.
"Dalam peraturan tersebut hanya untuk perusahaan yang bermitra saja, namun nyatanya di Bengkulu 97 petani mandiri. Jadi hal ini harus segera di surati oleh gubernur agar kebijakan beban biaya bisa dicabut, sehingga kembali setara antara perusahaan pemerintah dan mandiri," papar Wagub Rosjonsyah yang juga pembina Apkasindo Provinsi Bengkulu.
Terpisah, Ketua DPW Apkasindo Provinsi Bengkulu, A. Jakfar mengungkapkan, saat ini harga TBS yang ditetapkan pemerintah tidak bisa direalisasikan dilapangan. Pasalnya harga TBS ditentukan perusahaan masing-masing.
"Yang diatur untuk menjalankan kebijakan pemerintah hanya petani mitra, sehingga yang lainnya menentukan harga sendiri. Untuk saat ini kita tidak tahu harga yang ditetapkan perusahaan, sesuai regulasi yang terbaik menyelesaikan masalah ini adalah merevisi terhadap permentan nomor 1, " pungkasnya.
Pewarta : Gatot Julian/Krn