Senator Riri : Selamatkan UMKM dari Kredit Bermasalah

Senator Riri : Selamatkan UMKM dari Kredit Bermasalah

FOTO/Ist : Anggota DPD RI, Hj. Riri Damayanti John Latief.--

RK ONLINE - Salah satu persoalan pelik di Provinsi Bengkulu saat ini adalah tingginya angka kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu bahkan menyebutkan, Provinsi Bengkulu berada di ambang batas NPL yakni 5 persen.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj Riri Damayanti John Latief memaparkan, mulai pulihnya perekonomian setelah landainya kasus pandemi Covid-19 harusnya membuat persoalan kredit bermasalah dapat diselesaikan.

"Saya doakan semua UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) di Bengkulu keluar dari persoalan kredit bermasalah. Memang tidak mudah, karena ternyata setelah pandemi covid-19 ini muncul masalah-masalah baru seperti perang Rusia-Ukraina," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Senin (5/8).

Wakil Ketua Umum BPD HIPMI Provinsi Bengkulu ini berharap perbankan dapat memberi keringanan kepada seluruh UMKM yang belum sepenuhnya pulih atau tengah berupaya bangkit setelah babak belur dihajar oleh pandemi Covid-19.

"Saya sebenarnya berharap pemerintah daerah ikut ambil bagian dalam menyelesaikan persoalan kredit bermasalah di kalangan UMKM ini. Namun saya lihat, kemampuan pemerintah daerah sendiri cukup terbatas. Jadi harus gotong royong," papar Hj Riri Damayanti John Latief.

 

BACA JUGA:Kunjungan ke Masyarakat, Senator Riri Minta Masalah Ini Diatasi Cepat

 

Alumni Magister Manajemen Universitas Bengkulu ini menekankan, salah satu upaya penting yang dilakukan pemerintah daerah adalah mempertahankan pertumbuhan ekonomi agar kembali kuat bahkan lebih baik ketimbang saat sebelum krisis. 

"Butuh waktu memang, tapi yang terpenting adalah pemerintah tetap berusaha, minimal agar bagaimana sektor riil bergairah kembali dengan memperbanyak kegiatan yang dapat mengumpulkan banyak orang seperti Festival Tabut," tukas Hj Riri Damayanti John Latief.

Untuk diketahui, semakin tingginya nilai NPL, maka pembiayaan dari sektor perbankan berpotensi mengalami kendala sehingga kemudahan pembiayaan pun dapat semakin terganggu.

Terganggunya kemudahan pembiayaan berpengaruh pada pengembangan UMKM sehingga secara tidak langsung juga berdampak pada menyempitnya lapangan kerja karena ketiadaan modal.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan, restrukturisasi kredit hingga Februari 2022 mencapai Rp 638,22 triliun atau 11 persen dari total penyaluran kredit perbankan. 

Perbankan telah diminta OJK untuk menyiapkan pencadangan agar restrukturisasi kredit tak mengganggu neraca keuangan saat normalisasi kebijakan dilaksanakan pada 2023. (**)

Sumber: