Keesokan harinya, aku yang ditunjuk sebagai pemimpin, melakukan briefing sebelum pendakian baru lah setelah itu, sekitar pukul 07.00 Wib kami memulai perjalanan.
Di awal pendakian, aku sebagai leader berada di posisi paling depan. Sedangkan Bagas sebagai sweper posisi paling belakang.
Namun di sinilah letak kesalahan kami membawa anggota perempuan yang tidak memiliki pengalaman dalam mendaki gunung. Berdandan bak model dengan pakaian ketat nya, pendakian kami terbilang cukup sulit karena harus memikirkan anggota perempuan yang hampir setiap 10 menit, harus berhenti. Padahal, hampir sepanjang perjalan, aku sudah merasa diawasi padahal meskipun saat itu hanya ada kami.
Setelah mendaki selama kurang lebih 10 jam, kami tiba di tempat camp di bawah kaki kawah Dempo. Hari sudah menjelang malam, aku memutuskan untuk tidak sampai ke puncak merapi Gunung Dempo.
Karena tidak sempat sampai di hari pertama ke puncak Merapi gunung Dempo, Kami berencana mendirikan tenda di tempat yang biasa para pendaki sebut pelataran. Posisinya berada dibawah puncak merapi Gunung Dempo untuk memulai istirahat dan mengisi perut kami yang sudah mulai keroncongan.
Bukan cuma itu, kami malah memutuskan untuk camp 2 malam di pelataran. Tenda kami dirikan, dengan tiga tenda laki-laki dan satu tenda perempuan yang tentunya terpisah.
Dimalam pertama, kami habiskan untuk berbincang-bincang santai. Namun malam kedua yang diharapkan lebih menyenangkan, malah menjadi awal dari setiap masalah kami yang mulai bermunculan. Tidak heran kamipun merasa seolah-olah kedatangan kami yang tidak diterima.
Terdengar suara yang sedikit berteriak dari arah tenda perempuan, salah seorang anggota pendaki perempuan kami bernama Misna mulai berbicara tidak karuan dengan kepala menghadap ke atas. Situasi yang mulai menyeramkan, membuat anggota laki-laki yang saat itu sedang sibuk membuat api, terkejut bukan kepalang.