Sebagaimana disarikan dari White and Case, Peraturan Deforestasi UE ini akan menerapkan uji tuntas ekstensif pada rantai nilai untuk semua operator dan pedagang yang berurusan dengan produk tertentu yang berasal dari ternak, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu.
Untuk setiap komoditas tersebut, ada syarat yang harus dipenuhi agar produk tersebut dapat dijual di pasar UE atau diekspor darinya. Produk yang ditargetkan harus terbebas dari deforestasi dan diproduksi sesuai dengan undang-undang setempat yang berlaku.
Keputusan Uni Eropa ini berpotensi mengganggu kontribusi ekspor Indonesia dari sektor perkebunan karena beberapa produk yang menjadi andalannya berada dalam daftar yang terkena 'jegal'.
BACA JUGA:Polisi Beberkan Asal Usul Ganja yang Dimiliki Artis Film Hot Karenina Maria Anderson
Selain itu, ada pula ketentuan mengenai produk turunan dari masing-masing komoditas yang harus memenuhi persyaratan bebas deforestasi.
Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu melakukan berbagai upaya untuk menghadapi situasi ini. Diperlukan kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait agar produk perkebunan Indonesia tetap dapat bersaing di pasar internasional dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Upaya untuk menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana, dan pemenuhan persyaratan peraturan UE menjadi kunci penting dalam menghadapi dampak dari keputusan ini.
Akibat dari pengurangan atau penutupan rantai pasok ini bisa berdampak luas terhadap ekonomi Indonesia dan kontribusi perkebunan terhadap PDB negara.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dan berkelanjutan untuk memastikan kelangsungan ekspor produk perkebunan Indonesia di pasar Uni Eropa dan memitigasi dampak negatif yang mungkin terjadi.
BACA JUGA:Positif Mengkonsumsi Ganja, Artis Film Hot Karenina Maria Anderson Ditangkap Polisi