RK ONLINE - Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA), didapati pada 103 anak peserta festival Jangan Asal Klik menunjukkan 34 persen pernah mengalami Kekerasan Seksual Berbasis Gender Online (KBGO) dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).
Selain itu, juga terdapat 18,2 persen mengalami peretasan akun, 13,6 persen mengalami morfing yakni pengubahan foto untuk merusak reputasi korban, 10,6 persen mengalami doxxing penyebaran informasi palsu dan stalking atau penguntitan hingga mengalami pelecehan online.
Direktur Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani mengatakan, kasus perundungan atau bullying yang dialami pelajar, penculikan dengan tujuan tereksploitasi seksual atau pun kasus kekerasan seksual yang diniatkan di media sosial sangat rentan dialami anak. Padahal di masa sekarang internet interaksi atau media sosial juga menjadi sarana belajar dan interaksi sosial lainnya.
"Sejak tahun 2020 untuk isu KBGO dan KSBE, ternyata banyak dari peserta didik tersebut merasa takut dalam penggunaan media sosial. Jadi persoalan ini menjadi hal yang serius harus ditangani," kata Susi dalam hearing bersama Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Senin (20/2).
Dalam persoalan ini pihaknya mendorong adanya upaya untuk mencegah KBGO dan KSBE pada anak tanpa mengekang hak informasi, kreasi dan interaksi yang dimilikinya. Upaya-upaya ini baik berupa regulasi atau aturan dari pemerintah, hingga pendaan yang diberikan.
"Untuk pencegahan KBGO, KSBE dan kekerasan lainnya yang pertama kami harapkan ada kebijakan daerah, juga harus ada alokasi anggaran yang merespon. Kita tahu KBGO dan KSBE kalau dari datanya semakin lama semakin meningkat," ujar Susi.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Edwar Samsi, S.Ip, MM mengatakan, dalam rapat audiensi yang telah dilaksanakan pihaknya akan menampung aspirasi dan program yang telah disampaikan dari PUPA. Termasuk didalamnya mendorong adanya regulasi yang terkait KBGO dan KSBE.
"Sesuai dengan kewenangan kita terkait masalah dan program yang mereka sampaikan salah satunya agar dibuat perda atau peraturan gubernur, nanti akan kita dalami dan kita lihat kalau memang memungkinkan kita buat peraturan daerah. Nah, kalaupun tidak cukup dengan peraturan daerah, kita akan berkoordinasi dengan biro hukum untuk membuat peraturan gubernur," sampainya.