Gantungkan Hidup Pada Alam, Petani Aren Ini Berhasil Hidupi Keluarga

Gantungkan Hidup Pada Alam, Petani Aren Ini Berhasil Hidupi Keluarga

Pengambilan Air nira dari batang aren untuk di jadikan gula--Arga Putra

RK ONLINE - Suasana masih terlihat pagi, M.Sikin (55), sudah bersiap pergi ke hutan yang berada di sekitar wilayah desanya itu. Warga Dusun Satu, Desa Daspetah II, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kepahiang itu adalah pengambil nira dari pohon aren untuk diolah menjadi gula.

Sebuah bambu cukup besar sepanjang sekitar 1,5 meter yang sudah diikat dengan tali tampak dibawanya di pundak sebelah kiri, sedangkan di pinggangnya tergantung sebilah golok berukuran sedang.

Setelah berjalan menyusuri jalan setapak sejauh sekitar  500 M, sesaat Sikin berhenti mengusap peluh yang mengucur dari dahinya. Jalan berkelok disertai tanjakan seolah tak menghambat langkahnya menuju kebun yang terletak tidak jauh dari kediamannya tersebut.

Sesampainya di tempat tujuan, ia pun langsung memanjat pohon aren menggunakan tangga yang sudah terpasang.

M.Sikin yang juga selaku Bilal Masjid  Daspetah II ini tampak begitu cekatan. Di pohon itu, ia mengambil air nira yang sudah ditampung pada sepotong bambu, dengan memindahkannya pada jerigen yang berukuran 5-20 liter yang dibawa dari rumah.

Tak butuh waktu lama, ia pun turun dan bergegas kembali ke rumah. Sampai di rumah, sang istri Rukma (52) tengah menunggu untuk memasak air nira yang dibawanya dari hutan.

Di dapur sederhana yang dimiliki di rumahnya, M.Sikin menceritakan kisahnya menjadi pembuat gula aren.

"Sudah puluhan tahun saya menjadi pembuat gula aren, tetapi saya bersyukur tidak mengandalkan orang lain. Dari hasil menjual gula aren, saya bisa mencukupi kebutuhan keluarga," ujarnya, Jumat (23/6).

M.Sikin  menuturkan, ia merawat puluhan batang pohon aren yang hasil nira dari pohon itu hingga kini menjadi sumber mata pencaharian baginya.

BACA JUGA:Tembus Tingkat Nasional, Sarafal Anam Ngagai Rupukan Budaya Asli Suku Serawai

"Dari awal hanya merawat 5-7 pohon aren. Sebelum anak saya lahir hingga kini sudah punya tiga anak dan 5 cucu, pohon tersebut masih bisa saya ambil airnya," papar dia.

Meski sering merasa sakit karena beban berat di pundak saat membawa air nira, M.Sikin tak pernah mengeluh. Ia berujar, sakitnya merupakan proses yang harus dijalani demi kehidupan keluarganya.

"Namanya juga mencari nafkah, tidak perlu mengeluh, cukup dijalani, dan bersyukur," jelasnya.

Asap dari tungku yang digunakan sang istri memasak air nira pun mulai mengepul. Dengan cekatan, Rukma menjaga api agar tidak padam dengan memasukkan kayu demi kayu ke dalam tungku.

Sumber: