Dishub Butuh Perda Tindak Pengguna Trotoar
RK ONLINE - Terkait adanya keluhan masyarakat kota Bengkulu tentang kendaraan yang parkir maupun berjualan di trotoar jalan, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bengkulu, Hendri Kurniawan melalui Kepala Bidang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL), Dayat Lubis mengatakan, pihaknya tidak dapat melakukan penindakan. "Penindakan kendaraan parkir maupun pedagang kaki lima di trotoar bukan kewenangan kita. Selain bukan kewenangan kami, tidak ada kekuatan hukum tetap yang dapat kami pakai untuk menindak para pelanggar," kata Dayat. Ia menambahkan, pihaknya perlu regulasi tegas yang dapat membuat efek jera para pelanggar atau pengguna trotoar di luar fungsinya. Akan tetapi peran pihaknya hanya mengatur penggunaan jalan dan trotoar. Sedangkan penertiban pedagang kaki lima kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Selain itu, pihak Dishub sendiri menyebut telah mengusulkan peraturan daerah/peraturan walikota tentang penggunaan trotoar bagi pejalan kaki agar dapat menindak para pelanggar. "Tahun 2020 lalu sudah kami usulkan ke Pemerintah Kota Bengkulu dan saat ini belum disetujui atau masih bergulir dibahas," papar Dayat. Dishub sendiri mengakui peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) maupun Peraturan Pemerintah Nomor 34 tentang Jalan, yang jelas menyebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya tidak efektif diterapkan. "Peraturan dimaksud juga tidak efektif karena hanya dapat kami sampaikan sekedar himbauan saja. Namun untuk penertiban, sesekali kami lakukan dan hanya sebatas memindahkan kendaraan yang menggangu lalu lintas atau parkir di badan jalan. Sedangkan untuk mengempeskan dan menderek, belum ada payung hukumnya," jelas Dayat. Lebih lanjut, mengacu pada Pasal 106 ayat 2 UU LLAJ, pengendara motor yang melintasi trotoar dan berpotensi mengganggu keselamatan pejalan kaki dapat dikenakan pidana dengan hukuman kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Sementara Pasal 275 UU LLAJ menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. "Namun kembali lagi, kami masih menunggu regulasi itu ada agar dapat diterapkan di masyarakat dan demi ketertiban penggunaan lalu lintas. Kami juga terus melakukan himbauan berupa lisan maupun melalui pemasangan rambu-rambu agar masyarakat menaati peraturan. Tapi, kembali lagi itu ke kesadaran masing-masing," pungkasnya. Pewarta : Gatot Julian/Krn
Sumber: