Tutor Kesetaraan Digaji Seadanya Hingga Lilla Hita’ala
RK ONLINE - Guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa, melalui ajaran dan didikannya seseorang bisa menjadi apa yang dia citakan. Namun sayang, saat ini perhatian khususnya tehadap tutor kesetaraan minim dari pemerintah. Seperti dijelaskan Ketua PKBM Az-Zahra Kepahiang, Helmiyesi kepada Radarkepahiang.Id saat ditemui di sekretariatnya di Kelurahan Padang Lekat Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang, Rabu (25/11/2020). "Tutor kesetaraan juga guu, mereka yang mengajar di Az-Zahra sama dengan guru lainnya. Mereka mendidik seluruh peserta didik yang belajar di sini, dengan standar mengajar yang sama," kata Helmiyesi. Hanya saja, lanjut Helmi Yesi, tutor kesetaraan sejauh ini digaji seadanya bahkan menjadi tenaga sukarela atau bekerja dengan Lilla Hita'ala. "Mereka tenaga sukarela atau honorer dibidang pendidikan nonformal ini. Masa pengabdian mereka bahkan sudah puluhan tahun lamanya. Pak Feri misalnya, sudah 11 tahun, Bu Merti 8 tahun dan masih banyak tutor lainnya yang sudah mengajar di PKBM Az - Zahra di atas 5 tahun lamanya," lanjut Helmiyesi. Diharapkan ke depan, kesejahteraan tutor mendapatkan perhatian dari pemerintah. Walau pun tutor tidak termasuk dalam undang-undang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005. "Intinya mereka ini (Tutor kesetaraan, red) mengajar layaknya guru - guru lainnya. Untuk itu sudah selayaknya pula mereka mendapatkan apresiasi dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat," papar Helmiyesi. Diceritakan Helmiyesi, selama ini tutor kesetaraan kalau pun menerima gaji, itu dari dana BOP atau swadaya masyarakat yang tidak seberapa nominalnya. "Harapan kita di hari guru nasional 25 November ini ada perhatian khusus dari pemerintah kepada tutor kesetaraan. Semoga ada keberpihakkan kepada tutor kesetaraan yang sudah mengabdi di PKBM, sebab tutor juga guru," lirih wanita yang akrab disapa Umi Yesi ini. Para peserta didik yang melanjutkan pendidikan di Az-Zahra, dulunya merupakan pelajar di sekolah formal yang harus terhenti karena alasan yang berbeda-beda. Misalnya persoalan biaya. "Saya berhenti dari SMK saat masih duduk di kelas 1 karena tidak ada biaya. Saya akhirnya melanjutkan sekolah di sekolah kesetaraan ini (Az-Zahra, red)," sampai peserta didik PKBM Az-Zahra, Melisa Ade Fitriani. Juara Puisi Nasional Meskipun hanya kesetaraan, di 2020 ini salah seorang peserta didik Az-Zahra mampu jadi pemenang lomba puisi nasional dengan karyanya yang berjudul 1 demi 1. "Iya, saya menang juara 1 lomba puisi tingkat nasional tahun 2020 ini, menghadapi 50 peserta dari berbagai provinsi," kata peserta didik PKBM Az-zahra, Wahyudi. Wahyudi sendiri harus terhenti pendidikan formalnya, saat ia duduk di bangku kelas 2 SMP dikarenakan Wahyudi saat itu sedang mengidap penyakit syaraf. "Dulunya saya sekolah di SMP 03 Kepahiang, berhenti saat kelas 2 sekitar tahun 2017 lalu, karena sakit syaraf," singkat Wahyudi. Pewarta : Jimmy Mayhendra Editor : Candra Hadinata
Sumber: