Cerita Biduan Lokal di Masa Pendemi Covid-19/Makan pun Tinggal Seadanya Saja

Cerita Biduan Lokal di Masa Pendemi Covid-19/Makan pun Tinggal Seadanya Saja

RK ONLINE - Salah satu bidang pekerjan yang terimbas langsung selama masa pendemi adalah jasa hiburan. Seperti, pengelola organ tunggal, penata rias, pemilik hingga pekerja salon.

JOB turun drastis dirasakan langsung mereka yang selama ini berkutat dari panggung ke panggung, memenuhi order pemilik hajat. Pesta pernikahan, syukuran atau hajatan di desa sudah tak diperoleh lagi para penyanyi atau yang lebih dikenal biduanita sejak pendemi Covid-19 mendera negeri ini. BACA JUGA: https://radarkepahiang.id/cerita-dandri-abang-becak-pasar-kepahiang-di-masa-pendemi-tak-sanggup-bayar-kontrakan-terpaksa-numpang-ke-rumah-mertua/?fbclid=IwAR1sp7ITSPUxlRGD6j7TJe7PhOFFaBXieIdxJhnZ31QxVM4l5rGjDWnb8Qc Bisa dikatakan, sejak Februari lalu para biduan sudah tak manggung lagi seperti hari-hari biasa. Padahal, di waktu normal dalam sepekan, paling minim mereka bisa manggung di dua tempat. Seperti yang dituturkan salah seorang biduan Kabupaten Kepahiang Herlina, saat dihubungi RK, Jumat (1/5).

Menjadi biduan seperti dirinya, dalam seminggu saja paling minim uang Rp 1 juta bisa dikantongi sepulang manggung dari lokasi hajatan. Sekarang, setidaknya sudah 2 bulan terakhir dirinya hanya bisa pasrah di rumah tanpa penghasilan sepeserpun.

"Kalau dulu kisaran Rp 1 juta/ minggu dan bahkan lebih bisa diperoleh, tergantung undangan yang didapat. Saya bisa manggung hingga ke Kabupaten Seluma, Bengkulu Utara dan kabupaten lainnya. Kalau sekarang, jangankan mendapatkan uang, makan saja seadanya," ungkap Herlina.

Kehidupan menjadi kian berat bagi dirinya, lantaran masih memiliki tanggungan menghidupi anak. Belum lagi jika harus memikirkan uang sekolah anak, yang tentu saja sudah menunggu. Cerita sedih lainnya, juga disampaikanSelvia Arini.

Meski masih tergolong baru, di waktu normal dia bisa mengantongi uang antara Rp 700 ribu - Rp 1 juta dalam seminggu. Pendapatan di atas diperoleh dengan manggung di dua lokasi hajatan terpisah.

"Biasanya siang hari ada acara, malam hari juga ada. Sekali mengisi acara untuk bernyanyi itu Rp 100 ribu, kalau acaranya banyak uang yang kita dapatkan akan banyakpula. Untuk sekarang kita terima saja apa adanya dan berharap supaya Covid 19 tidak ada lagi sehingga kami bisa kembali bekerja," sedih Selvia.

Terpisah, pemilik organ tunggal Buyung juga tak kalah binggung. Biasa mendapat orderan 2 kali main dengan pendapatan bersih Rp 1 juta, sudah tak lagi diperoleh. "Sekali main hasilnya kita bagi dengan teknisi, penyanyi dan karyawan lain, bersihnya Rp 500 ribu. Kalau 2 kali main dalam seminggu artinya kisaran Rp 1 juta kita dapatkan, tapi untuk sekarang memang orderan untuk mengisi acara tidak ada. Wajar juga seniman seperti kami mendapat Sembako dari Pemkab Kepahiang," ungkap Buyung.

Cerita sedih di atas belum termasuk saat dirinya terpaksa mengembalikan uang muka dari pemilik hajat, yang terpaksa membatalkan acaranya karena adanya larangan dari pemerintah. "Ya, DP yang sudah diterima harus dikembalikan. Itulah penderitaan kami yang terdampak akibat adanya wabah Covid 19," demikian Buyung. Pewarta : Efran Antoni Editor : Heru Pramana Putra

Sumber: