Cerita Dandri, Abang Becak Pasar Kepahiang di Masa Pendemi// Tak Sanggup Bayar Kontrakan, Terpaksa Numpang ke
PENDEMI Covid-19 berimbas ke semua sendi kehidupan. Terparah tentunya mereka dari kalangan menengah ke bawah. Jeritan para pekerja kasar, buruh harian makin hari kian lantang. Urusan perut membuat mereka terpaksa mengabaikan imbauan pemerintah "di rumah saja". Seperti dituturkan salah seorang tukang becak Dandri kepada RK, Jumat (10/4). Warga Kelurahan Pensiunan itu, mengaku sejak pendemi Corona ditetapkan membuat penghasilan hariannya makin tak menentu. BACA JUGA: Ujang Pupuk dan Haji Daus Turun, Bantu Warga Air Pesi dan Talang Selawe Waktu normal, dalam sehari dirinya masih bisa mengantongi pendapatan Rp 70 ribu. Sekarang, setidaknya sudah terjadi dalam sepekan terakhir pendapatan saat normal makin sulit diperoleh. "Sampai jam 10 pagi seperti ini (Jumat,red) saja, sama sekali belum dapat tarikan. Sejak ramai isu corona, pasar sepi sekali," ungkap Dandri. Dengan menjadi tukang becak, selama ini pula dia memenuhi kebutuhan istri dan empat anak. Kerja sampingan menjadi kuli di gudang beras atau gudang Sembako, juga dilakoni guna menyambung hidup. Hidupnya kian sulit setelah pendemi terjadi. Tambahan penghasilan menjadi buruh angkut kian sulit didapatkan, lantaran pasokan barang ke gudang Sembako juga kian sepi. Padahal pengeluaran yang wajib dipenuhi, tak bisa ditawar. Uang kontrakan Rp 350 ribu/bulan misalnya, wajib dikeluarkan meski pendapatannya turun. Karena sudah tak sanggup membayar kontrakan pula, sudah 1, 5 bulan terakhir dia terpaksa menumpang ke rumah mertua. "Sangat sulit sekali hidup kami sekarang. Harapan kami, Pemkab memperhatikan kondisi masyarakat seperti kami yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Kalaulah tidak musim sepi seperti ini, kami dapat mengandalkan kerja di gudang. Sejak pandemi corona ini barang-barang yang didistribusikan dari Jakarta sementara diberhentikan," sedih Dandri Senada, Jon (48) buruh harian di Pasar Kepahiang juga menuturkan kondisi yang sama. Mencari upah dengan bayaran Rp 20 ribu saja, sudah sulit didapat karena banyak pedagang memilih mengangkut sendiri barangnya. "Harapan kami bantuan yang diberikan seperti Sembako dan kebutuhan hidup. Kami tidak ada mata pencaharian lain. Becak sepi, kerja gudang pun sama," ungkapnya. Usaha Lesu Unit usaha juga ikut terimbas wabah Covid-19. Salah satunya, usaha pencucian mobil atau steam. Pemilik usaha stem Kuterejo, Doni menyampaikan paling banter kendaraan masuk dalam sehari tinggal 2 unit saja. Diwaktu normal, dirinya bisa mencuci 4 - 5 mobil dalam sehari. Adapun sepeda motor, dari rata-rata 7 unit/hari menjadi 2 - 3 unit saja/hari. Sepinya kendaranaan, membuat dirinya mempersingkat waktu operasi. "Untuk apa kita buka cepat - cepat kalau mobil tidak ada," kata Doni. Pemilik cucian mobil di Pensiunan Divo Novanda, juga menuturkan hal yang sama. Ditaksir penurunan pendapatan di kisaran 50 persen. "Penurunan bukan hanya untuk steam mobil saja, tapi motor termasuk pencucian karpet yang juga sepi sekarang ini," ungkap Divo. Penurunan pendapatan juga berdampak terhadap pengusaha travel. Bila hari sebelumnya bisa berangkat 2 unit - 3 unit mobil ke Bengkulu, tapi sekarang 1 unit saja sulit dan terkadang memang tidak berangkat ke Bengkulu hingga 3 hari. "Sebelum Covid 19, kalau untuk 1 mobil itu positif berangkat ke Bengkulu tapi sekarang sangat sulit untuk mencari 1 mobil. Terkadang di musim Covid ini, pergi tampa penumpang dan baru pulangnya ke Kepahiang saja mendapatkan penumpang itupun hanya 1 mobil saja," pungkas Divo. pewarta: reka/epran
Sumber: