Seperti ditulis Kompas, Zelenskyy tidak punya pesan apa pun untuk disampaikan ke Putin. Presiden Jokowi memang menemui Zelenskyy di Kiev pekan lalu dan menemui Putin di Moskow keesokan harinya.
Di mata Putin, Zelenskyy hanyalah boneka Barat.
Apakah Barat akan terus membantu Ukraina? Tentu. Kadarnya yang tidak sama. Yang kelihatan masih solid adalah Amerika.
Setelah pertemuan NATO di Spanyol pekan lalu Presiden Joe Biden tidak khawatir kehilangan dukungan rakyat Amerika. Ia justru menyiapkan mental rakyatnya untuk lebih tahan bantingan.
"Kita harus siap dengan harga bensin yang tinggi lebih lama lagi," ujar Biden. "Sampai Ukraina memenangkan perang," tambahnya.
Biden mengakui bahwa kenaikan harga-harga ini akibat sanksi yang dijatuhkannya kepada Rusia.
Berapa lama harga tinggi itu bisa diterima oleh rakyat? "Selama masih harus tinggi," ujar Biden. "Rusia tidak boleh mengalahkan Ukraina dan negara-negara di belakang Ukraina," katanya. "Kita harus memperkuat NATO," tambahnya.
Perkuatan NATO itulah yang bikin Putin menyerang Ukraina. Itu dianggap ancaman nyata bagi Rusia. Apalagi kalau negara satu ranjangnya dulu, Ukraina, diterima sebagai anggota baru NATO.
Tentu banyak orang Amerika yang marah pada Biden. Harga BBM sekarang ini sudah di atas USD 5/galon. Lebih dua kali lipat dari masa pemerintahan Donald Trump. "Harusnya Biden membuat Amerika mandiri energi," ujar pengamat di sana. "Bukalah semua tanah federal. Gali minyaknya," katanya.
Tapi Biden dikenal anti pengeboran minyak baru. Ia melancarkan perang terhadap penggunaan energi fosil. Amerika harus mengarah ke green energi. "Akhirilah perang pada sumber energi lama," kata yang anti Biden.
Presiden Ukraina sendiri, Zelenskyy, terus saja mengeluhkan kurangnya bantuan dari Barat. Baik logistik maupun peralatan perang.
Padahal Amerika telah membantu Ukraina USD 54 miliar. Hampir Rp 1.000 triliun. Sejak awal perang. Baru tiga bulan. Betapa besarnya kalau sampai satu tahun belum selesai.
Inggris berjanji menambah USD 1,2 miliar lagi: dalam bentuk peralatan perang. Angka-angka itu pada akhirnya akan dipersoalkan oleh rakyat masing-masing.
Apalagi Rusia kini mengatur ritme perang. Putin tidak lagi menggempur ibu kota Kiev. Sesekali saja Kiev dirudal –ketika G7 ber-KTT di Jerman. Lalu Odesa dirudal –ketika pimpinan NATO berkumpul di Spanyol.
Jadi jelaslah serangan-serangan baru itu bukan untuk mengejek Presiden Jokowi. Memang itu dilakukan sesaat setelah bertemu Presiden Indonesia. Tapi bukan. Serangan baru itu semata-mata untuk mengejek G7 dan NATO.
Selebihnya Rusia fokus menguasai bagian Timur Ukraina –mendorongnya untuk merdeka. Sesekali Rusia menarik diri dari satu titik medan perang. Untuk mengatur ritme. Juga untuk mengatur harga bensin dan inflasi di Amerika dan Eropa.(Dahlan Iskan)