Jelang Ramadhan, Umat Muslim Diambang Perperangan Melawan Hawa Nafsu
Jelang Ramadhan, Umat Muslim Diambang Perperangan Melawan Hawa Nafsu--Dok/Net
Jelang Ramadhan, Umat Muslim Diambang Perperangan Melawan Hawa Nafsu
RK ONLINE - Puasa di bulan Ramadhan disebut juga sebagai perang melawan hawa nafsu. Peperangan melawan hawa nafsu dianggap amat berat, bahkan lebih berat daripada perang fisik melawan musuh. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa perang Badar di zaman Rasulullah amat berat, tetapi dalam riwayat itu pula disebutkan oleh Nabi, bahwa masih ada peperangan yang lebih berat lagi yang akan dihadapi oleh kaum muslimin setelah perang badar, ialah perang melawan hawa nafsu.
Setiap orang memiliki nafsu dan nafsu itu ternyata menjadi bagian dari diri seseorang. Oleh karena itu perang melawan hawa nafsu menjadi benar-benar amat sulit dan berat, oleh karena musuh itu tidak kelihatan, tidak tampak, dan bahkan tidak dirasakan. Seseorang tidak selalu mengetahui dan menyadari bahwa dirinya sedang memiliki musuh. Oleh karena itu, apa yang sebenarnya musuh dianggap sebagai dirinya sendiri, akunya, dan menjadi kepentingannya.
BACA JUGA:AC Milan Kibarkan Bendera Putih Rebut Scudetto
Posisi nafsu yang demikian itu menjadikan antara dirinya yang sebenarnya dan musuhnya menjadi tidak jelas. Seseorang merasa berjuang untuk membela dan menyelamatkan dirinya sendiri, ternyata perbuatannya itu justru mencelakakannya. Sebaliknya, orang lain yang mengingatkan atas kesalahannya dianggap sebagai musuh. Jika seseorang tidak mampu melawan hawa nafsu, maka sesuatu yang benar dikatakan keliru dan yang salah dianggap benar.
Nafsu yang dimaksudkan itu adalah dorongan dari dalam diri seseorang. Dorongan itu bermacam-macam, misalnya dodorongan agar semakin dihargai oleh orang lain, semakin kaya raya, semakin berpangkat atau memiliki jabatan tinggi, semakin menang dari orang lain, atau semakin hebat dalam berbagai halnya. Dorongan itu kadang tidak terkendali. Bahkan, keputusan akalnya sendiri saja tidak diikuti. Akalnya mengatakan tidak, tetapi nafsunya mendorong terus hingga apa yang diinginkan itu tercapai.
Seseorang yang terlalu mengikuti hawa nafsu akan berakhir dengan merugi dan bahkan celaka. Artinya, tatkala hawa nafsu sudah menjadi sesuatu yang harus diikuti, maka yang bersangkutan telah mengalami kekalahan. Tentu mereka tidak merasakan bahwa dirinya sedang kalah perang, yaitu perang dengan dirinya sendiri. Akalnya berusaha untuk memberikan pertimbangan, tetapi nafsunya tidak berhasil dikendalikan. Oleh karena akal tidak mencukupi itu, maka sebenarnya Tuhan telah menurunkan piranti lain, yaitu agama. Puasa adalah ajaran yang datang dari Allah agar dilaksanakan sebaik-baiknya. Melalui kegiatan puasa agar seseorang mampu menahan diri dari mengikuti hawa nafsu itu.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri itu bisa kita temukan pada setiap saat, dan bahkan juga termasuk ada pada diri kita sendiri. Seseorang sudah dikaruniai jabatan, kekayaan, kehormatan dan lain-lain, namun ternyata masih bernafsu menambah yang lebih tinggi. Berbagai usaha tanpa mengenal lelah diusahakan hingga menempuh jalan yang tidak seharusnya dilalui. Untuk memenuhi dorongan nafsu yang terlalu kuat itu, seseorang berani menempuh cara-caya yang tidak patut, sepetti misalnya harus memanipulasi, menyogok, kurupsi, dan lain-lainSetelah berpuasa sebulan likan diri atau melawan hawa nafsu itu. Itulah sebabnya tidak semua orang yang berpuasa mendapatkan hakekat yang sebenarnya dari kegiatan itu, kecuali sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi, ialah lapar dan dahaga belaka. Mereka itu sukses tidak makan dan minum dan segala yang membatalkan puasanya, tetapi sebenarnya masih gagal atau tidak mampu mengalahkan hawa nafsunya.
BACA JUGA:Banyak yang Belum Paham, Ini Terminologi Hawa Nafsu Menurut Al-Qur'an dan Hadis
Setelah selesai menjalankan puasa di bulan Ramadhan, maka artinya seseorang telah dilatih untuk menjaga hatinya, pikirannya, dan juga jasmaninya agar memiliki ketahanan dan tidak terlalu mengikuti hawa nafsu. Puasa itu sendiri secara fisik, sebagaimana yang telah kita jalani selama sebulan, tidak terlalu berat. Namun ada yang lebih berat dari sekedar menahan lapar dan dahaga itu, berlatih mengendalikan hawa nafsu. Kita semua berharap agar ibadah yang baru saja dilaksanakan itu berhasil dan diterima oleh Allah swt, hingga memperoleh derajad taqwa.
Sebagai orang yang bertaqwa seharusnya mampu mengendalikan diri tatkala harus menghadapi berbagai tantangan dan atau problem yang selalu datang. Seseorang disebut mampu mengendalikan diri manakala menghadapi masalah atau tantangan tidak tampak emosional, tidak berpikir subyektif dan irrasional. Selain itu, seorang disebut mampu mengendalikan diri ketika bisa melihat antara benar dan atau salah, dan bukan hanya menang atau kalah. Namun kemampuan mengendalikan diri ternyata bukan pekerjaan mudah, sebaliknya adalah amat berat, bahkan melebihi perang fisik, maka harus dilatih melalui ibadah puasa.
Sumber: