RK ONLINE - Saat Belanda ingin kembali menguasai Indonesia setelah Jepang kalah dari sekutu terjadi pengungsian massal di Sumatera. Untuk mencegah penyusup, dilakukan penggeledahan terhadap barang bawaan dan tubuh para pengungsi.
Dalam penggeledahan itu, wanita merasa risih bahkan menolak digeledah oleh para polisi pria. Hal ini kemudian menginspirasi lahirnya Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia pada 1 September 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
"Saya sendiri merasakan banyak manfaat dari kehadiran Polwan. Pendekatannya yang humanis, sifat keibuannya yang penyantun, peka dengan soal-soal perempuan dan anak, semua ini baik untuk Indonesia," kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Hj Riri Damayanti John Latief, Kamis (1/9).
Menurut Kakak Pembina Duta Generasi Berencana (GenRe) BKKBN Provinsi Bengkulu ini, tidak menjadi masalah bilamana Polwan menduduki jabatan tinggi di Mabes Polri selama memang sosok yang ditunjuk memiliki kemampuan yang diperlukan.
"Ada banyak kasus yang terselesaikan dengan baika karena kemampuan psikis dan psikologis yang dimiliki Polwan. Saya prediksikan saat-saat mendatang peran perempuan kian dibutuhkan dalam Kepolisian," ujar Hj Riri Damayanti John Latief.
BACA JUGA:Senator Riri Sampaikan Ini untuk Pembangunan Bengkulu
Alumni Psikologi Universitas Indonesia ini menuturkan, meningat perannya yang penting sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, maka sudah selayaknya rencana Polri agar jumlah Polwan mencapai angka yang ideal dan proporsional sampai beberapa tahun mendatang dapat didukung.
"Apalagi sejak Polwan boleh pakai kerudung, jilbab, atau hijab. Makin banyak anggota Polwan yang solehah, makin baik citra Polri di mata masyarakat," demikian Hj Riri Damayanti John Latief.
Untuk diketahui, direkrut dan dibukanya pendidikan inspektur polisi untuk wanita berasal dari permohonan yang diajukan oleh Kepala Jawatan Kepolisian di Sumatera. Untuk merespon permohonan tersebut, Pemerintahan Indonesia lalu menunjuk Sekolah Polisi Negara (SPN) Bukittinggi untuk melakukan perekrutan tersebut.
Dari total sembilan pendaftar, ada enam perempuan yang dinyatakan lolos pada 1 September 1948. Mereka diterima bersama dengan 44 siswa laki-laki yang merupakan angkatan kedua pada penerimaan SPN Bukittinggi.
Mereka adalah Nelly Pauna Situmorang, Mariana Mufti, Djasmaniar Husein, Rosmalina Pramono, Rosnalia Taher dan Dahniar Soekotjo. Saat mereka mulai ikut pendidikan inspektur polisi inilah akhirnya 1 September ditetapkan sebagai hari lahir Polwan. (**)